Total Tayangan Halaman

Kamis, 24 Maret 2011

Teladan Tukang Parkir Untuk Anggota DPR

Ibukota Jakarta kini semakin cantik seiring dengan bertambahnya pohon beton yang menjulang tinggi di kawasan parlemen Senayan. Gedung seharga 1.6 Triliun ini rencana mulai dibangun pada bulan oktober 2010 nanti yang khusus digunakan untuk para “pelayan rakyat” beserta sekretarisnya. Gedung yang sudah digadang-gadang pembangunannya beberapa tahun lalu dan baru disepakati pada tahun ini. Gedung yang memiliki beberapa fasilitas lengkap dengan ukuran 120 m2 untuk masing-masing anggota atau sama dengan rumah tipe 45 bahkan sempat diisukan akan dibangun kolam renang namun dengan cepat dibantah. Banyak pihak yang menentang pembangunan gedung baru DPR ini, namun kembali lagi kita harus menelan pil pahit setelah statement yang dikeluarkan oleh Ketua DPR Marzuki Alie yang berkata “Kami tetap melanjutkan pembangunan gedung ini, silahkan kritik kami terima saja”. Statement yang tidak memperhatikan hati rakyat dan boleh saya mengatakan tidak berperikerakyatan. Banyak yang menerima namun banyak pula anggota DPR yang menolak pembangunan gedung ini, namun semuanya dikembalikan lagi suara terbanyak yang mengalahkan suara minoritas walaupun mengarah pada kepentingan rakyat. Saya teringat ketika berkunjung ke Monas pada 2009 silam. Di puncak Monas gedung-gedung semua tampak kecil mulai dari Masjid Istiqlal, Gedung Kementerian, dan Kantor lainnya terlebih orang yang ada dibawahnya, terlihat sangat kecil. Begitu pula dengan gedung DPR ini, legislator semakin melihat rakyatnya kecil, semakin jauh dan tidak mendengar jeritan mereka.
Belum berselang lama dengan polemik pembangunan Gedung DPR ini, kembali lagi rakyat hanya melihat bagaimana sikap legislator yang tidak memperhatikan mereka. Komisi X rencana akan melakukan studi banding ke beberapa negara hanya untuk belajar PRAMUKA. Beberapa negara tujuan telah diajukan seperti Kanada dan Afrika Selatan, namun Kanada tampaknya mengerti sikap legislator Indonesia sehingga menolak kunjungan mereka. Sungguh sangat berbeda sekali dengan legislator di Amerika yang sangat jarang melakukan studi banding, kalaupun dilaksanakan hanya sekretaris mereka yang diutus. Marzuki Alie pun berkata “DPR jangan selalu dianggap negatif, kami hanya menjalankan amanat Undang-Undang”. Namun hal tersebut ditentang oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi  (MK) Jimmly Asshidiqie yang berkata “ you nggak perlu ke luar negeri, cukup cari informasi di internet saja..” ujarnya. Kinerja DPR yang belum dapat dikatakan berhasil masih mempunyai “utang” untuk mengesahkan sebanyak 70 RUU untuk tahun 2010 ini. Sedangkan yang baru akan diagendakan sebanayk 13 RUU. Belum lagi pada periode ini sebagian besar penghuni Senayan dihuni oleh wajah baru dan artis yang memang belum paham betul tugas mereka. Fasilitas sudah lengkap, kinerja pun masih belum mantap.
15 September 2010 lalu saya kembali ke Bandung setelah libur Lebaran di kampung halaman. Dengan menggunakan travel agent yang cukup terkenal di Kota Kembang ini, mengantarkan kami para penumpang ke tempat tujuan masing-masing. Kendaraan pun bergerak menuju sebuah kawasan wisata religi yang cukup terkenal di kota ini yaitu Da’arut Tauhid. Setelah menurunkan penumpang, supir hendak memutar kendaraannya yang kemudian di atur oleh seorang tukang parkir. Ketika supir ingin memberikan “recehan” sebagai tanda terima kasih ke tukang parkir tersebut, dengan raut muka senyum ia mengangkat tangannya menandakan ia menolaknya. Supir itu berujar  “nuhun ya (terima kasih)” sembari nyeletuk “memang anak buah Aa’ Gym”. Saya pun berpikir, bisakah legislator meniru teladan tukang parkir tersebut? Mengangkat tangan dan berkata menolak “Hotel Bintang Lima” bernilai 1.6 Triliun. Bisakah mereka peka terhadap rakyat yang semakin sulit dan melayani masyarakat tanpa mengharap imbalan, bahkan disodorkan pun ia menolak. Atau apakah perlu para legislator (mohon maaf) yang muslim “studi banding” ke tempat tersebut sekedar wisata religi daripada wisata ke luar negeri yang belum tentu bermanfaat bagi rakyat. Saya rasa perlu, karena yang bergeser selama ini adalah moral mereka sehingga mereka lebih banyak melihat ke bawah, ikhlas dan menolak segala bentuk hal-hal yang mementingkan pribadi, kelompok maupun partai mereka. Realita di atas merupakan contoh kecil dari kehidupan kita yang senantiasa masih diberi kesempatan untuk berubah sehingga ada karena manusia kembali menjadi manusia (Teori Rehumanisme). Sehingga rakyatlah yang seharusnya sejahtera karena sudah dibentengi oleh tiga lapis pelayan mereka mulai dari legislator Kabupaten/ Kota, Provinsi hingga Pusat yang mereka pilih pada pemilu lima tahun sekali. Semoga anggota DPR yang terhormat membaca artikel ini sehingga hati mereka “tergelitik” untuk meneladani tukang parkir tersebut. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar